Organisasi Sehat dan Organisasi Berhasil
26NOV
Manusia merupakan makhluk sosial, tidak
dapat hidup sendiri. Manusia pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi setiap
kebutuhannya. Salah satu wadah yang bisa membantu manusia dalam memenuhi
kebutuhannya adalah organisasi.
Organisasi berasal dari kata organum (Latin) dan organom (Yunani)
yang berarti alat, anggota, bagian, atau badan. Secara sederhaan, organisasi
merupakan kumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
A. Organisasi yang Sehat
Organisasi yang sehat adalah organisasi
yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
Organisasi harus memiliki anggota yang
jelas identitas dan kuantitasnya; Saat ini, setiap organisasi yang modern pasti
menuntut para anggotanya memiliki KTA (kartu tanda anggota), agar tidak timbul
”romli” atau “rombongan liar” yang merupakan kumpulan dari ”talap” alias
“anggota gelap” dari sebuah ”OTB” singkatan dari “organisasi tanpa bentuk”.
Organisasi harus memiliki pula identitas
yang jelas tentang keberadaannya dalam masyarakat; Artinya, jelas di mana
alamat kantornya. Tampak pula aktivitas sehari-hari kantor tersebut dalam
menjalankan roda organisasi. Ada pula nama, lambang, dan tujuan organisasi yang
termuat dalam AD (anggaran dasar) dan ART (anggaran rumah tangga). Demikian
pula struktur organisasinya. Masih banyak lagi yang bisa membuktikan keberadaan
organisasi itu di mata masyarakat. Jika identitas tak jelas, maka jangan
salahkan masyarakat bila menaruh curiga terhadap organisasi itu.
Organisasi harus memiliki pemimpin serta
susunan manajemen yang juga jelas pembagian tugasnya; Masing-masing bagian,
divisi, maupun seksi juga aktif memainkan perannya. Tidaklah bagus ketika suatu
organisasi yang terlihat aktif hanyalah ketuanya saja. Ini sangat ganjil dan
bisa disebut ”sakit parah”, bahkan tampak seperti pertunjukan sirkus one man show dalam manajemen organisasi itu.
Dalam setiap aktivitas organisasi harus
mengacu pada manajemen yang sehat; Misalnya, ada tiga tahapan dalam menjalankan
roda organisasi, yaitu planning (perencanaan), action (pelaksanaan), dan evaluation (penilaian). Ketiga tahapan itu selalu
dimusyawarahkan dan melibatkan sebanyak mungkin anggotanya, terutama saat
melewati tahap action. Dalam manajemen itu, yang
juga harus mendapat perhatian serius adalah administrasi. Surat bernomor, kop
surat, dan ciri-ciri administrasi lainnya yang lazim ada di sebuah organisasi.
Organisasi harus mendapat tempat di hati
masyarakat sekitarnya; Artinya, organisasi itu dirasakan benar manfaatnya bagi
masyarakat. Maka, kegiatan organisasi dituntut untuk mengakar kepada kebutuhan
anggota khususnya, bahkan untuk masyarakat di sekelilingnya.
B. Organisasi Berhasil
Seorang gadis desa murung karena dipaksa
menikah dengan pemuda pilihan orangtuanya yang sebetulnya tidak ia sukai.
Hatinya sebenarnya sudah tertambat pada pemuda lain, pemilik warung kecil di
ujung desa. Namun, orangtuanya berpikiran lain. Pilihan mereka adalah pemuda
yang sudah bekerja di kota, karyawan perusahaan swasta, kelihatan makmur.
Sekian tahun kemudian, ternyata si anak yang benar. Warung kecil itu sudah
berubah, selain menjual berbagai kebutuhan serba ada, juga jadi penyalur gas,
wartel, rental VCD, dan pemiliknya sudah menjadi orang paling kaya di desa itu.
Sedangkan menantu pilihan orangtua sudah sekian tahun menganggur karena terkena
PHK.
Cerita di atas menggambarkan kepada kita
bahwa sering kali kita slah mengukur keberhasilan atau potensi keberhasilan
seseorang. Kalau demikian bagaimana kita akan mengukur keberhasilan organisasi
yang lebih besar dan bersifat multidimensi?
Pada awalnya, banyak orang yang berpikir
bahwa mengukur keberhasilan organisasi sederhana saja, yaitu apa yang menjadi output organisasi dan sejauh mana organisasi
sanggup mencapai sasarannya dalam menghasilkan output tersebut.
Kalau sasaran tercapai berarti organisasi berhasil, kalau sasaran tidak
tercapai berarti organisasi tidak berhasil. Ini dinamakan dengan pendekatan sasaran.
Jika kita pahami cara yang demikian
memiliki banyak jebakan. Seperti contoh, mungkin saja ada perusahaan dianggap
buruk karena sebagian besar keuntungannya ternyata digunakan untuk investasi
memperkuat fungsi pemasaran, sementara di perusahaan lain sepenuhnya dianggap
keuntungan sehingga dianggap lebih berhasil karena jumlah atau persentasenya
lebih besar. Sekian tahun kemudian perusahaan pertama ternyata unggul,
sedangkan yang kedua terpuruk.
Kondisi yang lebih sulit lagi ialah jika
kita akan membandingkan keberhasilan beberapa organisasi. Apalagi jika yang
akan dibandingkan adalah organisasi-organisasi yang jenis outputnya berbeda. Tetapi, kondisi sulit ini justru
memunculkan gagasan baru. Suatu saat disadari bahwa ada organisasi yang output-nya berbeda tetapi input-nya sama.
Seperti tukang roti dan tukang cakwe, outputnya jelas
berbeda tetapi inputnya sama-sama terigu.
Selanjutnya terpikir bahwa perusahaan yang kuat mestinya mempunyai posisi tawar
yang lebih baik (dibanding perusahaan yang kembang-kempis) terhadap pemasok
bahan baku.
Perusahaan yang kuat barangkali
diizinkan berutang, diberi harga yang lebih rendah, dsb. Dengan demikian
sesungguhnya kemampuan memperoleh input ini bisa
dianggap sebagai keberhasilan ataupun kekuatan organisasi. Maka muncul gagasan
untuk menggunakan pendekatan input, yaitu mengukur keberhasilan organisasi dari
kemampuannya mendapatkan input, terutama
yang langka ataupun mahal.
Selanjutnya, terpikir lagi masalah baru,
bagaimana membandingkan keberhasilan organisasi yang jenis input maupun output-nya berbeda?
Diukur dengan pendekatan sasaran maupun pendekatan input mestinya
tidak pas karena input dan output-nya berbeda.
Dari kalangan psikologi, muncul asumsi
bahwa jika karyawan atau anggota organisasi merasa senang dalam
menjalankan tugasnya, mereka akan bekerja dengan giat dan baik, sehingga akan
membuat organisasi lebih berhasil. Dengan dasar asumsi itu kemudian muncul pendekatan proses internal yang berarti
keberhasilan organisasi diukur dari kepuasan kerja dari para anggotanya.
Namun kemudian, orang mulai tidak puas
dengan ketiga cara itu. Hal ini disebabkan masing-masing pendekatan hanya
mengukur satu sisi saja dari keberhasilan organisasi. Pendekatan sasaran hanya
memperhatikan keberhasilan organisasi dalam usaha mencapai sasarannya, pendekatan
input hanya tertarik pada keberhasilan organisasi dari sisi suplai, pendekatan
proses internal hanya mempertimbangkan kebahagiaan anggota organisasi.
Seringkali pendekatan seperti ini
keliru. Suatu organisasi bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari satu
pendekatan, tetapi belum tentu bisa dikatakan berhasil bila dilihat dari
pendekatan yang lain.
Karena berbagai kekurangan tersebut,
muncullah kombinasi dari ketiga pendekatan terseabut, sehingga kekurangan
pendekatan yang satu bisa ditutup oleh kelebihan pendekatan yang lain.
Pendekatan ini dikenal dengan pendekatan integratif. Pendekatan integratif tidak secara spesifik
mengukur keberhasilan organisasi, tetapi mencoba mendapat gambaran mengenai
kondisi dari berbagai aspek yang terdapat dalam sebuah organisasi, sehingga
keluarannya adalah gambaran mengenai profil organisasi. Selanjutnya, penafsiran
terhadap profil itulah yang akan menggambarkan keberhasilan organisasi.
Sekarang ini, pendekatan integratif lebih dikenal (popular) dengan nama balanced scorecard.
Contoh pendekatan integratif ini adalah
sebuah organisasi yang memiliki beberapa pihak yang berkepentingan dari
organisasi tersebut, misalnya pemilik, karyawan, konsumen, bank yang memberikan
kredit, komunitas, pemasok, pemerintah. Bagi para pemilik, perusahaan dianggap
bagus apabila sanggup memberikan keuntungan finansial yang besar ke kantong
mereka. Untuk karyawan, perusahaan dianggap bagus apabila mampu memberikan
kepuasan kerja, imbalan yang memadai, dan pengawasan yang “pas”. Konsumen
menilai keberhasilan perusahaan dari mutu produk ataupun jasa yang dihasilkan.
Dari uraian di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari beberapa
aspek, tergantung dari sisi mana kita akan menilai keberhasilan tersebut. Beberapa
pendekatan pengukuran keberhasilan di antaranya yang telah dijelaskan ialah
melalui pendekatan sasaran, pendekatan input, pendekatan
proses internal, dan pendekatan integratif.
Yang perlu diperhatikan ialah bahwa
apabila suatu organisasi ingin berhasil haruslah memiliki competitive advantage (keunggulan kompetitif).
Untuk mencapai keunggulan kompetitif itu, tiap organisasi harus siap untuk
berubah. Dan untuk menjalani perubahan tersebut, tiap organisasi harus memiliki
agen perubahan (orang-orang yang siap, mau, dan memiliki semangat untuk
menjalankan perubahan).
C. Pengembangan Organisasi yang Sudah Dikatakan Berhasil
Setiap organisasi, baik yang sudah
dikatakan berhasil ataupun belum perlu melakukan pengembangan organisasi. Hal
ini dikarenakan dengan pengembangan organisasi dapat menciptakan keharmonisan
hubungan kejra antara pimpinan dengan staf anggota organisasi, menciptakan
kemampuan memecahkan persoalan organisasi secara lebih terbuka, menciptakan
keterbukaan dalam berkomunikasi, dan merupakan semangat kerja para anggota
organisasi dan kemampuan mengendalikan diri.
Cara yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan organisasi, baik yang sudah berhasil ataupun belum pada umumnya
adalah sama. Hanya saja lingkupnya yang berbeda. Organisasi yang dikatakan berhasil
tentu memiliki lingkup pengembangan yang lebih besar dan luas dari
organisasi yang belum berhasil. Cara-cara atau tahap-tahap penerapan
pengembangan organisasi adalah sebagai berikut:
Tahap pengamatan sistem manajemen atau
tahap pengumpulan data; Dalam tahap ini perlu diamati sistem dan prosedur yang
berlaku di organisasi termasuk elemen-elemen di dalamnya seperti struktur,
sumber daya manusia, peralatan, bahan bahan yang digunakan dan bahkan
keuangannya. Data utama yang diperlukan adalah : (1) Fungsi utama
tiap unit organisasi, (2) Peran masing masing unit dalam mencapai
tujuan dan sasaran organisasi, (3) Proses pengambilan keputusan
serta pelaksanaan tindakan dalam masing-masing unit, dan (4)
Kekuatan dalam organisasi yang mempengaruhi perilaku antar kelompok dan antar
individu dalam organisasi.
Tahap diagnosis dan umpan balik; Dalam
tahap ini kualitas pengorganisasian serta kegiatan operasional masing-masing
elemen dalam organisasi dianalisis dan dievaluasi . Ada beberapa kriteria yang
umumnya digunakan dalam mengevaluasi kualitas elemen-elemen tersebut, di
antaranya: (1) Kemampuan beradaptasi; yaitu kemampuan mengarahkan
kegiatan dan tenaga dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (2)
Tanggung jawab; kesesuaian antara tujuan individu dan tujuan organisasi,
(3) Identitas; kejelasan misi dan peran masing masing unit,
(4) Komunikasi; kelancaran arus data dan informasi antar-unit dalam
organisasi, (5) Integrasi; hubungan baik dan efektif antar-pribadi
dan antar-kelompok, terutama dalam mengatasi konflik dan krisis, dan
(6) Pertumbuhan; iklim yang sehat dan positif, yang mengutamakan
eksperimen dan pembaruan, serta yang selalu menganggap pengembangan sebagai sasaran
utama.
Tahap pembaruan dalam organisasi; Dalam
tahap ini dirancang pengembangan organisasi dan dirumuskan strategi
memperkenalkan perubahan atau pembaruan. Strategi ini bertujuan meningkatkan
efektivitas organisasi dengan cara mengoreksi kekurangan serta kelemahan yang
dijumpai dalam proses diagnostik dan umpan balik. Mengingat bahwa setiap
perubahan yang diperkenalkan akan mempengaruhi seluruh sistem dalam organisasi,
bahkan mungkin akan mengubah sistem distribusi wewenang dan struktur
organisasi, rancangan strategi pembaruan harus didiskusikan secara matang dan
mendapat dukungan penuh pimpinan puncak.
Tahap implementasi pembaruan; Tahap
akhir dalam penerapan pengembangan organisasi adalah pelaksanaan rencana
pembaruan yang telah digariskan dan disetujui. Kegiatan implementasi perubahan
meliputi : (1) Perubahan struktur, (2) Perubahan proses dan prosedur, (3)
Penjabaran kembali secara jelas tujuan serta sasaran organisasi, dan (4)
Penjelasan tentang peranan dan misi masing-masing unit dan anggota dalam
organisasi
Sumber
: https://zizer.wordpress.com/2009/11/26/organisasi-sehat-dan-organisasi-berhasil/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar